PERTAMA kali memasuki pusat Kota Pamekasan, perhatian kita akan tertuju pada monumen Arek Lancor yang berdiri di tengah alun-alun kota. Monumen itu menggambarkan lima bilah celurit dengan mata tajam yang saling berhadapan. Kelimanya dalam posisi berdiri menjulang ke angkasa. Monumen itu didirikan sebagai lambang keberanian masyarakat Pamekasan menatap masa depan. Ada semacam semangat membangun yang tersirat di monumen itu.
Rupanya ini sesuai pula dengan slogan Mekkas Jatna Paksa Jenneng Dibi' seperti tertera pada lambang Kabupaten Pamekasan yang artinya "berdiri di atas kaki sendiri menjalankan pemerintahan". Kondisi alam Pulau Madura yang rata-rata bertanah gersang dengan curah hujan sedikit, bukan halangan bagi orang Madura untuk menggarap lahannya. Di Kabupaten Pamekasan yang berada di antara Kabupaten Sampang dan Kabupaten Sumenep, dengan luas daratan 792,30 kilometer persegi, hanya sekitar 15 persen yang dapat dikelola sebagai lahan pertanian. Selebihnya berupa lahan kering. Sebagian lahan pertanian itu merupakan areal tadah hujan (mencapai 90 persen) dan hanya sedikit yang berupa sawah teknis. Menyadari kondisi ini, petani di kabupaten berpenduduk 687.946 jiwa itu tidak menggantungkan pertaniannya pada padi, meskipun angka produksi padi masih merupakan hasil dominan.
Kekeringan cuaca dan ren-dahnya curah hujan di pulau garam itu rupanya lebih cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau yang bisa menghasilkan mutu terbaik jika hujan tidak turun selama empat-lima bulan. Tidak heran bila luas areal perkebunan tembakau di Kabupaten Pamekasan mencapai ribuan hektar atau paling luas di semua kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Tahun 2000 saja luas lahan tembakau mencapai 30.488 hektar dan menghasilkan 18.347 ton. Jika dihitung-hitung, dari hasil panen tahun 2000 sebesar 18.347 ton dengan harga jual rata-rata Rp 19.350 per kilogram, bila dikalkulasi besarnya uang yang beredar di kabupaten ini mencapai Rp 355 milyar lebih!
Bisa dibilang ekonomi Pamekasan adalah ekonomi temba-kau. Bagaimana tidak, komoditas ini mampu menyerap tenaga kerja hingga ratusan ribu orang. Data Dinas Perkebunan Pamekasan menunjukkan, tahun 2000 tenaga kerja yang terserap di sektor ini mencapai 337.000 orang. Dari jumlah itu, 304.000 orang adalah petani yang bergerak di budi daya tembakau. Saat pascapanen dapat melibatkan sekitar 30.000 orang, 1.600 pedagang, 400 perajin tikar dan tali untuk pembungkus serta 500 orang perajin tembakau krosok. Agaknya tembakau sudah telanjur menjadi tanaman komoditas yang sangat digemari penduduk.
Tanaman ini bukan saja telah menjadi primadona petani tetapi juga pengusaha rokok. Apalagi tembakau Madura dikenal memiliki kualitas yang tak tertandingi di seluruh Indonesia. Sejak akhir tahun 1970-an, di Madura berdiri ratusan gudang tembakau milik pabrik rokok dan juragan tembakau. Di Kabupaten Pamekasan sendiri, kini terdapat 174 gudang tembakau yang terdaftar resmi milik 91 pengusaha rokok. Tembakau produk Pamekasan ini terutama dibeli oleh delapan pabrik rokok besar: PT Gudang Garam, PT Bentoel, PT Djarum, PT HM Sampoerna, PT Wismilak, PT Oepet, PT Sukun, dan PT Noyorono.
***
KENDATI seluruh produksi tembakau Madura dikonsumsi oleh hampir semua pabrik rokok di Indonesia, ironisnya nasib petani tembakau tidak juga beranjak naik. Mereka acapkali terbentur nilai tukar tembakau yang tak menentu. Belum lagi keadaan cuaca-turun hujan terus-menerus-kadang tak mendukung penanaman tembakau. Petani di kabupaten yang tahun 1999 masih memiliki 46,74 persen penduduk miskin ini, belum merasakan nilai lebih dari hasil bertani tembakau. Sulitnya, keadaan itu tidak juga menyebabkan petani beralih pada komoditi lain, di samping memang belum ada tanaman pengganti yang sepadan dengan tembakau.
Menghadapi persoalan tersebut, Pemerintah Kabupaten Pamekasan mengeluarkan SK Bupati No 539/1994 tentang penetapan pembelian tembakau di Kabupaten Pamekasan. Selain itu, dibuat pula kebijakan untuk membantu pelaksanaan pembangunan daerah, antara lain melalui SK Bupati No 755/1994 mengenai partisipasi pengusaha/pembeli tembakau dan menetapkan partisipasi Rp 10 per kilogram tembakau rajangan kering. Namun, kenyataannya partisipasi pengusaha tembakau untuk mendukung pembangunan Kabupaten Pamekasan masih sangat kecil.
Bisa dimaklumi bila pendapatan per kapita kabupaten ini tahun 1999 masih terbilang rendah, yakni hanya Rp 1,49 juta-masih jauh di bawah rata-rata pendapatan perkapita Provinsi Jawa Timur yang Rp 4,37 juta. Melihat angka itu, bisa dibilang sebagian besar penduduk Pame-kasan belum sepenuhnya me-nikmati kemakmuran. Apalagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pamekasan dari tahun ke tahun tidak lebih dari Rp 4,5 milyar. Tahun anggaran 1999/2000 saja hanya Rp 3,79 milyar. Diban-ding dengan penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang Rp 75,35 milyar, kabupaten ini baru mampu membiayai daerahnya sendiri sebesar 5,03 persen.
Tumpuan utama kegiatan ekonomi Kabupaten Pamekasan masih pada sektor pertanian. Sektor ini-utamanya tanaman bahan makanan-memang menjadi penyumbang terbesar dari tahun ke tahun bagi kegiatan ekonomi Kabupaten Pamekasan. Tahun 1999, sektor ini memberi kontribusi senilai Rp 634 milyar atau 63,1 persen. Dari jumlah itu kontribusi terbesar adalah sektor tanaman bahan makanan sebesar 34,8 persen. (MG Retno Setyowati/Litbang Kompas)
Sumber :
Kompas 13 Maret 2001 dalam :
http://www.unisosdem.org/otonomi/oto-jatim130301.htm
Rabu, 27 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar